1.1 Pengertian Penalaran
Penalaran
adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses
inilah yang disebut menalar.
1.2 Proposisi
Proposisi adalah kalimat deklaratif yang bernilai benar (true)
atau salah (false), tetapi tidak dapat sekaligus keduanya.
Kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat disebut
“nilai kebenarannya” (truth value). Proposisi selalu dinyatakan dalam kalimat berita, bukan sebagai kalimat tanya maupun kalimat perintah.
Proposisi
adalah apa yang dihasilkan dengan mengucapkan suatu kalimat. Dengan kata lain,
hal ini merupakan arti dari kalimat itu, dan bukan kalimat itu sendiri. Kalimat
yg berbeda dapat mengekspresikan proposisi yang sama, jika artinya sama.
Unsur-unsur
proposisi :
a. Term
subyek : hal yang tentangnya pengakuan
atau pengingkaran ditujukan.
b. Term
predikat : apa yang diakui atau diingkari tentang subyek
c. Kopula
: penghubung (adalah,
bukan/tidak) antara term subyek dan term predikat, dan sekaligus member bentuk
(pengakuan atau pengingkaran) pada hubungan itu.
Proposisi
merupakan bangunan dasar dari teori logika. Sebuah kalimat adalah proposisi
apabila isi kalimat tersebut sanggup menjadi benar atau salah (dapat dinilai
benar atau salah) = kalimat berita (informatif). Dalam kata lain proposisi
selalu dinyatakan dalam kalimat berita, bukan sebagai kalimat tanya maupun
kalimat perintah.
1.3 Inferensi dan Implikasi
Inferensi
berasal dari kata Latin inferre yang
berarti menarik kesimpulan. Implikasi juga berasal dari bahasa Latin yaitu dari
kata implicare yang
berarti melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya,
inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari
fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu
dianggap ada karena sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri.
1.4 Wujud
Evidensi
Pada
hakikatnya evidensi adalah semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua
informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran.
Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur-adukan dengan apa
yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah
evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau
informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
1.5 Cara Menguji Data
Data
dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena
itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan
yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa
cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1.
Observasi : melakukan peninjauan untuk lebih
meyakinkan dirinya sendiri dengan mengadakan peninjauan atau observasi singkat
untuk mengecek data atau informasi itu.
2.
Kesaksian : meminta keterangan dari orang
lain, yang telah mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
3.
Autoritas : meminta pendapat dari seorang
ahli atau mereka yang telah menyelidik fakta-fakta itu dengan cermat,
memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat
mereka sesuai dengan keahlian mereka di bidang itu.
1.6 Cara Menguji Fakta
Untuk
menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,
maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian
tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta,
sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua
yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat
kesimpulan yang akan diambil.
1.
Konsistensi : Tidak ada satu evidensi yang
bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain, maka argumentasi itu tidak
akan meyakinkan pembaca atau pendengar.
2. Koherensi : fakta yang digunakan sebagai
evidensi harus koheren dengan pengalaman manusia atau sesuai dengan pandangan
juga sikap yang berlaku. Penulis harus meyakinkan pembaca untuk menerima
fakta-fakta dan jalan pikiran yang dikemukakannya.
1.7 Cara Menguji Autoritas
Seorang
penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari
tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan
pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian
atau data eksperimental.
1. Tidak
Mengandung Prasangka
Pendapat
itu disusun berdasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya.
Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa
autoritas tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi autoritas itu, maka pendapatnya dapat
dianggap sebagai pendapat yang obyektif.
2. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
Pendidikan
yang diperoleh menjadi jaminan awal dan harus dikembangkan lebih lanjut dalam
kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya
tadi. Pengalaman yang diperoleh autoritas dengan penelitian yang dilakukannya
dan mempresentasikan hasil-hasil penelitian juga pendapatnya, akan lebih
memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa syarat pertama diatas harus
diperhatikan
3. Kemashuran dan Prestise
Meneliti
apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya
sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi dibidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena prestise tertentu,
dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Selama apa yang dikatakannya hanya
merupakan pendapat, maka tidak menjadi masalah. Tapi sangat menyedihkan bila
pendapatnya itu dikutip dan diperlakukan sebagai suatu autoritas, tanpa
mengadakan penelitian sampai dimana kebenaran pendapat itu dan dasar-dasar mana
yang dipakai dan diandalkan untuk menyusun pendapat itu.
4. Koherensi
dengan Kemajuan
Pendapat
yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman,
atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu. Untuk
memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah
diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan
hanya pada satu autoritas. Dengan bersandar pada satu autoritas saja, maka hal
itu memperlihatkan bahwa penulis kurang menyiapkan diri.
0 komentar:
Posting Komentar